Friday, April 3, 2009

Perubahan Pada Bahan Pangan Saat Blanching

Blanching merupakan proses panas yang pengoperasiannya menggunakan air panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu 85°C. Pada pabrik-pabrik pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses pemanasan pendahuluan. Contohnya adalah pabrik pengalengan makanan seperti jamur kaleng, buah kaleng, dll. Proses ini dirasa cukup jika tujuan blanching sudah tercapai seperti inaktivasi enzim, mikroorganisme, dan penyusutan berat.
Proses panas pada blanching tentunya berpengaruh pada sifat bahan pangan terutama berat, tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan kandungan dalam bahan pangan itu sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai bahan yang paling dominan.

Degradasi Berat dan Tekstur
Perubahan tekstur dan berat erat hubungannya dengan penyusutan sel. Mekanisme penyusutan yaitu, pati tergelatinisasi, membran sitoplasma berubah, dinding sel sedikit berubah, pektin termodifikasi, protein nukleus dan sitoplasma terdenaturasi, kloroplas dan kromoplas mengalami penurunan. Semua komponen tersebut keluar sel sehingga beratnya berkurang, namun air pada blanser akan memasuki sel.
Struktur kristal granula pati dalam air pada suhu ruang di bawah 50°C, hanya sebagian kecil dari granula yang membengkak, dan perubahan ini bersifat reversibel. Jika suspensi dalam air dipanaskan maka granula pati akan menyerap air dan ukurannya menjadi besar. Pada suhu di atas 50, sebagian besar granula pati mulai menyerap air lebih banyak dan strukturnya mulai berubah. Perubahan ini bersifat irreversibel dan merusak struktur aslinya.
Kandungan protein akan berubah jika terkena panas saat proses blanching. Dengan adanya panas disertai air dapat menyebabkan denaturasi protein. Bila protein mengalami denaturasi, konfigurasi dari molekul-molekul protein asli dan sifat-sifat imunologis spesifik yang membedakan kebanyakan protein berubah. Aktivitas enzim hilang bila dipanaskan sehingga akan menyebabkan kenaikan viskositas.

Degradasi warna
Di sini saya contohkan degradasi warna yang umum pada sayuran, yaitu warna hijau. Klorofil adalah pigmen hijau yang menjadi penyebab warna pada sayuran dan buah. Dalam daun hijau, klorofil dapat mudah hilang, bayam misalnya. Klorofil awalnya terlindung dalam jaringan tumbuhan yang terikat pada lipoprotein. Adanya pemanasan dapat mengkoagulasikan protein sehingga warna hijau berubah menjadi hijau kecoklatan atau bahkan menjadi kecoklatan . Hal ini dapat terjadi karena substitusi magnesium oleh asam, sehingga klorofil kehilangan magnesium, dan membentuk feofitin yang berwarna coklat-zaitun.

Nurul Islamirisya

Read More....>>

Perubahan Warna Pada Terasi

Pada prinsipnya pembuatan terasi udang (shrimp paste) adalah mengkombinasikan proses penggaraman dan fermentasi spontan. Pengawetan dilakukan dengan menggarami udang tumbuk setengah kering kemudian difermentasi dalam daun pisang dan dikeringkan serta dipadatkan. Fermentasi terjadi oleh adanya mikroba yang tidak berbahaya pada udang yang terlebih dahulu dibusukkan. Dengan pengawetan ini peroduk menjadi lebih awet dan tercipta flavor khusus.
Tentunya kita bertanya-tanya mengapa bisa warna terasi seperti itu (coklat kemerahan) padahal warna udang awalnya kan tidak seperti itu? Lagi-lagi ini berkaitan dengan pigmen. Tentunya sesuatu yang berwarna pasti mengandung pigmen-pigmen tertentu. Warna awal bahan udang adalah putih kebuan dan berubah warnanya menjadi kemerahan. Udang memiliki pigmen astaksantin yang termasuk golongan karotenoid. Krustasea (udang-udangan) mengandung karotenoid yang terikat pada protein dengan akibat warna menjadi biru atau abu-abu biru. Jika mengalami pemanasan, protein terdenaturasi dan mengakibatkan ikatan karotenoid-protein putus sehingga membebaskan warna karotenoid merah jingga.

Selain warna, juga terjadi perubahan pada aroma dan bau. Bau udang yang awalnya amis menjadi bau khas terasi. Dalam pembuatan terasi terjadi pembusukan udang. Selama proses tersebut, protein-protein dan lemak dapat diubah menjadi komponen volatil berbau. Pengeringan yang terjadi mengakibatkan reaksi Maillard yang menghasilkan flavor.

Penggaraman selama proses juga berpengaruh terhadap salah satu sifat terasi, yaitu tekstur. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan terjadinya salting out pada protein. Protein menjadi terdenaturasi karena adanya garam menyebabkan struktur tersier dan kuartener terbuka sehingga bagian hidrofilik terbuka. Akibatnya air tidak dapat berikatan dengan protein dan keluar sel. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan osmosis air dari dalam sel ke luar sel sehingga tekstur menjadi keras.


Nurul Islamirisya


Read More....>>

Sunday, March 1, 2009

Susu Bisa Menyebabkan Osteopososis

Osteoporosis merupakan tulang yang mengalami penuaan dini. Dan selama ini kita percaya bahwa kalsium dapat mencegah osteoporosis. Namun di sini dinyatakan konsumsi kalsium, tentu saja yang berasal dari susu maupun suplemen dan diet tinggi kalsium lainnya, dapat mendorong terjadinya osteoporosis. Bagaimana bisa?
Hal ini dibuktikan dengan adanya data statistik di negara-negara yang penduduknya banyak meminum susu banyak juga yang mengalami osteoporosis. Lihat saja di Amerika Serikat. Orang kulit putih di sana lebih rentan terhadap osteoporosis dibandingkan dengan orang yang berkulit hitam maupun orang Asia. Namun ini bukan karena perbedaan ras. Kenyataannya orang Asia yang hidup di China misalnya (yang tentu saja jarang meminum susu) memiliki risiko osteoporosis yang lebih rendah daripada orang Asia yang hidup di Amerika (karena mereka meminum susu lebih banyak). Begitu juga di negara-negara penghasil susu dan pengkonsumsi lainnya seperti Belanda, Australia, New Zealand, Finlandia, dll dibandingkan negara di Asia dan Afrika.

Penyerapan kalsium membutuhkan peran sel osteoblast yang juga berfungsi membentuk matriks tulang. Pembuangan kalsium dari tulang membutuhkan aktivitas osteoclast. Jika semakin banyak kalsium di serap ke dalam tulang, seperti karena kekurangan estrogen, produksi dan aktivitas osteoblast dan osteoclast ditingkatkan. Jika semakin banyak kalsium diserap semakin banyak juga kalsium dibuang. Tetapi 50-70% dari pembentukan tulang ini, osteoblast mati dalam pembuatan matriks baru. Jadi sekali lagi, matinya osteoblast inilah yang berkaitan dengan osteoporosis.
Namun, makanan berkalsium tidak selalu menyebabkan osteoporosis. Hanya jika penyerapan yang berlebih ke dalam tulang yang berbahaya. Kalsium diserap secara normal sesuai kebutuhan tubuh. Jumlah yang diserap ke dalam darah hanyalah 200 mg. Bayangkan jika kita mengkonsumsi susu, terutama yang berkalsium tinggi yang kisaran kandungan kalsiumnya 300 mg, 500 mg, atau 700 mg.
Memang, kepadatan tulang (bone mass density/BMD) meningkat jika kita mengkonsumsi makanan berkalsium. Hal ini berdampak dalam jangka pendek dan tidak selamanya. Kasus osteoporosis (keretakan tulang panggul) banyak terjadi walaupun kepadatan tulang para penduduk negara-negara yang biasa mengkonsumsi susu itu tinggi. Kepadatan tulang yang rendah karena mengkonsumsi kalsium sedikit sepanjang hidup dapat mencegah osteoporosis. Jika intake kalsium sangat rendah, tidak akan terjadi kekurangan kalsium untuk pembentukan matriks tulang. Perbedannya hanya pada tulang tidak menua secara dini dan tidak mengandung kelebihan kalsium. Namun, jika kepadatan tulang rendah karena kehilangan atau matinya osteoblast, maka BMD yang rendah bukan pencegahan. BMD berkurang pada osteoporosis karena kekurangan matriks tulang yang baru. Lubang tidak mengandung kalsium.

Osteoporosis tidak disebabkan karena penurunan massa tulang. Penurunan massa tulang hanyalah akibat dari berkurangnya matriks tulang karena kehilangan osteoblast.
Jadi solusinya, hati-hati dalam mengkonsumsi susu secara berlebih. Begitu juga dengan ikan laut dan telur secara berlebih. Dipikir-pikir makanan berlebih itu memang berbahaya ya? Hehehee....

Read More....>>