Friday, August 27, 2010

Factors Influencing The Effectiveness of Antimicrobial Agent (Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Antimikroba)

An antimicrobial agent is an agent that kills microorganisms or inhibits their growth. The efficiency of antimicrobial agents is important to the destruction of microorganisms and inhibition of microbial growth. These factors affect the efficiency of antimicrobial agents.

  1. Population size of micrroorganisms (m.o). A larger population needs a longer time to die than a smaller one.
  2. Population Composition. The effectiveness of an agent varies greatly with the nature of the organisms being teated becacuse microorganisms differ markedly in susceptibility. Bacterial endospores are much more resistant to most antimicrobial agents than are vegetative forms, and youner cells are usually more readily destroyed than mature organisms.
  3. Concentration of antimicrobial agents. Often but not always, the more concetrated a chemical agent or intense a physical agent, the more rapidly m.o are destroyed. However, agent effectiveness usually is not directly related to concentration. Over a short range a small increase in concentration leads to an exponential rise in effectiveness; beyond a certain point, increases may not raise the killing rate much at all. Sometimes an agent is more effective at lower concentrations. For instance, 70% ethanol is more effective than 95% because its activity is enhanced by presence of water.
  4. Duration of exposure. The longer a population is exposed to a microbial agent, the more organisms are killed.
  5. Temperature. An increase in the temperature at which a chemical acts often enhances its activity. Frequently a lower concentration od disinfectant or sterilizing agent can be used at a higher temperature.
  6. Local environment. This is related to environment factors such as pH, organic matter that can protect m.o, etc.

Read More....>>

Mekanisme Perubahan Warna Biru Metilen pada Susu Oleh Mikroorganisme

Kualitas susu salah satunya dilihat dari kualitas mikrobiologisnya. Susu merupakan media pertumbuhan yang tepat untuk organisme perusak yang umum. Perubahan yang tidak dikehendaki dalam susu dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroba dan metabolismenya. Susu rusak diakibatkan oleh mikrorganisme yang dapat merombak senyawa di dalam susu. Misalnya bakteri asam laktat yang merombak laktosa dalam susu menjadi asam laktat sehingga susu menjadi basi.
Salah satu pengujian mikrobiologi susu adalah dengan uji biru metilen (methylene blue test). Uji ini dapat memberikan perkiraan jumlah bakteri dalam susu dengan mengamati waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan perubahan zat warna biru metilen. Semakin tinggi jumlah bakteri dalam susu, semakin cepat terjadinya perubahan warna.
Perkiraan hubungan antara jumlah koloni yang diperoleh dengan metode hitungan cawan dengan waktu reduksi menggunakan metode biru metilen sebagai berikut.

Waktu reduksi (jam)
Perkiraan jumlah koloni (x10-4)
Mutu Susu
Keterangan
½-3½
80 atau lebih
Buruk/sedang
Buruk, berubah warnanya dalam waktu kurang dari 2 jam setelah dimulai uji BM
4
40
Sedang
Sedang, berubah warnanya dalam waktu 2 jam sampai kurang dari 6 jam uji BM

25
Sedang
5
15
Sedang

10
Sedang
6
6
Sedang
6½ - 8
2,5
Baik
Baik, berubah warna dalam waktu 6 jam sampai kurang dari 8 jam uji BM
8
1
Sangat baik
Sangat baik, tidak berubah warnanya setelah 8 jam uji BM

MEKANISME METHYLENE BLUE DALAM UJI REDUKTASE SUSU
Reductase Enzyme
Aktivitas enzim reduktase dapat diketahui dengan cara menambah zat warna metilen biru dalam susu. Apabila terdapat aldehid hasil aktivitas enzim reduktase, maka metiilen blue akan tereduksi. Enzim ini akan tidak aktif pada suhu 130°C.

Mekanisme Perubahan Warna Biru Metilen Oleh Mikroorganisme
Organisme yang tumbuh dalam susu akan menghasilkan oksigen yang ada. Karena oksigen habis, terjadi reaksi oksidasi-reduksi untuk kelangsungan hidup mikroba. Sitrat yang merupakan metabolit mikroba berfungsi sebagai donor hidrogen, methylene blue sebagai aseptor hidrogen, dan enzim reduktase yang diproduksi mikroba merupakan katalis. Reaksi oksidasi yang terjadi harus dapat menyediakan energi untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, dengan enzim reduktase mikroba menurunkan potensial oksidasi-reduksi, dengan mereduksi methyelene blue. Karena tereduksi maka methyelene blue berubah warnanya dari biru menjadi putih metilen/methylene white.

Read More....>>

Thursday, August 26, 2010

Spesies Bakteri Pemakan Minyak Terbaru ditemukan di Teluk Meksiko

Mikroba pemakan minyak jenis baru telah ditemukan di Teluk Meksiko, lokasi tumpahan minyak British Petroleum (BP). Peneliti menemukannya saat mempelajari penyebaran minyak di lokasi insiden ledakan kilang minyak Deepwater Horizon.

Kepala ilmuwan Terry Hazen mengatakan mikroba tersebut bekerja tanpa menghabiskan oksigen dalam jumlah yang signifikan. "Penemuan ini mungkin dapat membantu dalam mengurangi tumpahan minyak di dasar laut," ucap Hazen dalam jurnal Sciencexpress, Selasa (24/8) waktu setempat.

Penemuan ini berdasarkan 200 sampel yang diambil di 17 lokasi berbeda pada 25 Mei hingga 2 Juni silam. Peneliti menemukan bahwa mikroba dominan di antara tumpahan minyak adalah spesies baru, memiliki kemiripan dengan jenis Oceanospirillales.

Mikroba ini tumbuh subur di air dingin dalam temperatur hingga lima derajat Celsius. Hazen menduga bakteri ini mungkin telah beradaptasi saat minyak mulai menyembur di Teluk Meksiko. Ia khawatir kehidupan satwa laut terancam atas kemunculan spesies ini.

Penelitian ini didukung oleh Energy Biosciences Institute, rekan Universitas California dan Universitas Illinois yang didanai BP senilai US$ 500 juta. Sokongan lain berasal dari Kementerian Sumber Daya dan Energi Amerika Serikat serta Yayasan Penelitian Oklahoma.

Read More....>>

Friday, April 3, 2009

Perubahan Pada Bahan Pangan Saat Blanching

Blanching merupakan proses panas yang pengoperasiannya menggunakan air panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu 85°C. Pada pabrik-pabrik pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses pemanasan pendahuluan. Contohnya adalah pabrik pengalengan makanan seperti jamur kaleng, buah kaleng, dll. Proses ini dirasa cukup jika tujuan blanching sudah tercapai seperti inaktivasi enzim, mikroorganisme, dan penyusutan berat.
Proses panas pada blanching tentunya berpengaruh pada sifat bahan pangan terutama berat, tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan kandungan dalam bahan pangan itu sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai bahan yang paling dominan.

Degradasi Berat dan Tekstur
Perubahan tekstur dan berat erat hubungannya dengan penyusutan sel. Mekanisme penyusutan yaitu, pati tergelatinisasi, membran sitoplasma berubah, dinding sel sedikit berubah, pektin termodifikasi, protein nukleus dan sitoplasma terdenaturasi, kloroplas dan kromoplas mengalami penurunan. Semua komponen tersebut keluar sel sehingga beratnya berkurang, namun air pada blanser akan memasuki sel.
Struktur kristal granula pati dalam air pada suhu ruang di bawah 50°C, hanya sebagian kecil dari granula yang membengkak, dan perubahan ini bersifat reversibel. Jika suspensi dalam air dipanaskan maka granula pati akan menyerap air dan ukurannya menjadi besar. Pada suhu di atas 50, sebagian besar granula pati mulai menyerap air lebih banyak dan strukturnya mulai berubah. Perubahan ini bersifat irreversibel dan merusak struktur aslinya.
Kandungan protein akan berubah jika terkena panas saat proses blanching. Dengan adanya panas disertai air dapat menyebabkan denaturasi protein. Bila protein mengalami denaturasi, konfigurasi dari molekul-molekul protein asli dan sifat-sifat imunologis spesifik yang membedakan kebanyakan protein berubah. Aktivitas enzim hilang bila dipanaskan sehingga akan menyebabkan kenaikan viskositas.

Degradasi warna
Di sini saya contohkan degradasi warna yang umum pada sayuran, yaitu warna hijau. Klorofil adalah pigmen hijau yang menjadi penyebab warna pada sayuran dan buah. Dalam daun hijau, klorofil dapat mudah hilang, bayam misalnya. Klorofil awalnya terlindung dalam jaringan tumbuhan yang terikat pada lipoprotein. Adanya pemanasan dapat mengkoagulasikan protein sehingga warna hijau berubah menjadi hijau kecoklatan atau bahkan menjadi kecoklatan . Hal ini dapat terjadi karena substitusi magnesium oleh asam, sehingga klorofil kehilangan magnesium, dan membentuk feofitin yang berwarna coklat-zaitun.

Nurul Islamirisya

Read More....>>

Perubahan Warna Pada Terasi

Pada prinsipnya pembuatan terasi udang (shrimp paste) adalah mengkombinasikan proses penggaraman dan fermentasi spontan. Pengawetan dilakukan dengan menggarami udang tumbuk setengah kering kemudian difermentasi dalam daun pisang dan dikeringkan serta dipadatkan. Fermentasi terjadi oleh adanya mikroba yang tidak berbahaya pada udang yang terlebih dahulu dibusukkan. Dengan pengawetan ini peroduk menjadi lebih awet dan tercipta flavor khusus.
Tentunya kita bertanya-tanya mengapa bisa warna terasi seperti itu (coklat kemerahan) padahal warna udang awalnya kan tidak seperti itu? Lagi-lagi ini berkaitan dengan pigmen. Tentunya sesuatu yang berwarna pasti mengandung pigmen-pigmen tertentu. Warna awal bahan udang adalah putih kebuan dan berubah warnanya menjadi kemerahan. Udang memiliki pigmen astaksantin yang termasuk golongan karotenoid. Krustasea (udang-udangan) mengandung karotenoid yang terikat pada protein dengan akibat warna menjadi biru atau abu-abu biru. Jika mengalami pemanasan, protein terdenaturasi dan mengakibatkan ikatan karotenoid-protein putus sehingga membebaskan warna karotenoid merah jingga.

Selain warna, juga terjadi perubahan pada aroma dan bau. Bau udang yang awalnya amis menjadi bau khas terasi. Dalam pembuatan terasi terjadi pembusukan udang. Selama proses tersebut, protein-protein dan lemak dapat diubah menjadi komponen volatil berbau. Pengeringan yang terjadi mengakibatkan reaksi Maillard yang menghasilkan flavor.

Penggaraman selama proses juga berpengaruh terhadap salah satu sifat terasi, yaitu tekstur. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan terjadinya salting out pada protein. Protein menjadi terdenaturasi karena adanya garam menyebabkan struktur tersier dan kuartener terbuka sehingga bagian hidrofilik terbuka. Akibatnya air tidak dapat berikatan dengan protein dan keluar sel. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan osmosis air dari dalam sel ke luar sel sehingga tekstur menjadi keras.


Nurul Islamirisya


Read More....>>

Sunday, March 1, 2009

Susu Bisa Menyebabkan Osteopososis

Osteoporosis merupakan tulang yang mengalami penuaan dini. Dan selama ini kita percaya bahwa kalsium dapat mencegah osteoporosis. Namun di sini dinyatakan konsumsi kalsium, tentu saja yang berasal dari susu maupun suplemen dan diet tinggi kalsium lainnya, dapat mendorong terjadinya osteoporosis. Bagaimana bisa?
Hal ini dibuktikan dengan adanya data statistik di negara-negara yang penduduknya banyak meminum susu banyak juga yang mengalami osteoporosis. Lihat saja di Amerika Serikat. Orang kulit putih di sana lebih rentan terhadap osteoporosis dibandingkan dengan orang yang berkulit hitam maupun orang Asia. Namun ini bukan karena perbedaan ras. Kenyataannya orang Asia yang hidup di China misalnya (yang tentu saja jarang meminum susu) memiliki risiko osteoporosis yang lebih rendah daripada orang Asia yang hidup di Amerika (karena mereka meminum susu lebih banyak). Begitu juga di negara-negara penghasil susu dan pengkonsumsi lainnya seperti Belanda, Australia, New Zealand, Finlandia, dll dibandingkan negara di Asia dan Afrika.

Penyerapan kalsium membutuhkan peran sel osteoblast yang juga berfungsi membentuk matriks tulang. Pembuangan kalsium dari tulang membutuhkan aktivitas osteoclast. Jika semakin banyak kalsium di serap ke dalam tulang, seperti karena kekurangan estrogen, produksi dan aktivitas osteoblast dan osteoclast ditingkatkan. Jika semakin banyak kalsium diserap semakin banyak juga kalsium dibuang. Tetapi 50-70% dari pembentukan tulang ini, osteoblast mati dalam pembuatan matriks baru. Jadi sekali lagi, matinya osteoblast inilah yang berkaitan dengan osteoporosis.
Namun, makanan berkalsium tidak selalu menyebabkan osteoporosis. Hanya jika penyerapan yang berlebih ke dalam tulang yang berbahaya. Kalsium diserap secara normal sesuai kebutuhan tubuh. Jumlah yang diserap ke dalam darah hanyalah 200 mg. Bayangkan jika kita mengkonsumsi susu, terutama yang berkalsium tinggi yang kisaran kandungan kalsiumnya 300 mg, 500 mg, atau 700 mg.
Memang, kepadatan tulang (bone mass density/BMD) meningkat jika kita mengkonsumsi makanan berkalsium. Hal ini berdampak dalam jangka pendek dan tidak selamanya. Kasus osteoporosis (keretakan tulang panggul) banyak terjadi walaupun kepadatan tulang para penduduk negara-negara yang biasa mengkonsumsi susu itu tinggi. Kepadatan tulang yang rendah karena mengkonsumsi kalsium sedikit sepanjang hidup dapat mencegah osteoporosis. Jika intake kalsium sangat rendah, tidak akan terjadi kekurangan kalsium untuk pembentukan matriks tulang. Perbedannya hanya pada tulang tidak menua secara dini dan tidak mengandung kelebihan kalsium. Namun, jika kepadatan tulang rendah karena kehilangan atau matinya osteoblast, maka BMD yang rendah bukan pencegahan. BMD berkurang pada osteoporosis karena kekurangan matriks tulang yang baru. Lubang tidak mengandung kalsium.

Osteoporosis tidak disebabkan karena penurunan massa tulang. Penurunan massa tulang hanyalah akibat dari berkurangnya matriks tulang karena kehilangan osteoblast.
Jadi solusinya, hati-hati dalam mengkonsumsi susu secara berlebih. Begitu juga dengan ikan laut dan telur secara berlebih. Dipikir-pikir makanan berlebih itu memang berbahaya ya? Hehehee....

Read More....>>

Friday, November 28, 2008

You Have A Great Taste, Boy!

Oct 5th, 2008
First time I know ya. Sunday night. I was surprised that you were in the same community as I was in the former. But, I feel different when I glanced at you. You're so tasty. It's like... Wow!! I want to eat you!

As BoA said in her song...


If you move any closer boy there is no guarantee
What I will do to you I fear it and it's scaring me
Like I've become some kind of demon in the night
You look so tasty I could eat you up alive



May I meet ya again?! ^___^

Read More....>>

Thursday, November 27, 2008

CONTACT ME

If you need to contact me directly, please use the contact methods I have provided below. You can share and give your question, advice, and direction.















Contact Form
















Thank you,
Groetjes Li ^___^

Read More....>>

Cat Rambut vs Risikonya

Cat rambut bukan lagi identik dengan menutupi uban rambut. Di kalangan yang berhati muda, baik wanita maupun pria, mengecat rambut lebih sering diangggap sebagai eksperimen untuk tampil beda dan fashionable. Kebiasaan ini bahkan sudah mengakar dan merupakan rutinitas layaknya memotong atau mencuci rambut.*ups, ketahuan* Dalam setahun rambut bisa berganti warna 2-5 kali.

Amankah kalau cat rambut begitu sering mampir ke kepala kita, mengingat daftar bahan kimawi yang tecantum pada label cukup panjang?

Riset tentang kaitan cat rambut dan kanker telah dilakukan sejak tahun 70an. Cat rambut merupakan bahan kosmetik yang paling banyak diteliti. Bepuluh-puluh penelitian telah memastikan dan menyingkirkan risiko pada gangguan kandung kemih, kanker payudara, tumor otak, dan non-hodgkin’s lymphoma (kanker ganas pada kelenjar). Karena itu risiko mendapat kanker karena cat rambut sangat kecil sehingga tak perlu dikhawatirkan.

REAKSI SAMPING BAHAN
Meskipun demikian masih ada beberapa hal lan yang perlu dipertimbangkan. Bermacam-macam reaksi bisa terjadi pada kulit sensitif. Ada berbagai macam metode mengecat rambut. Praktik yang umum sekarang ini, rambut di bleaching terlebih dahulu sebelum dicat. Dalam bleaching, rambut dikerok dan ditipiskan agar zat berwarna mudah masuk ke dalam rambut. Bleaching, secara otomatis menggunakan bahan ammonia. Bahan kimiawi aktif ini, dapat mengakibatkan kerontokan dan kebotakan. Lagipula saat dipakaikan kulit akan terasa perih. Selain ammonia ada bahan-bahan lain yang perlu diwaspadai, antara lain p-phenylenediamine (PPDA), rhodamin B, dan hydroquinon. Jika mengenai kulit, PPD yang merupakan alergen atau zat pencetus alergi bisa menyebabkan kelopak mata bengkak atau gatal-gatal, serta merah-merah sekeliling garis rambut. PPD dicampurkan dalam konsentrasi lebih pekat pada cat rambut yang gelap warnanya.

Jadi waspadalah jika anda mengecat rambut anda dengan cat rambut cokelat atau hitam.
Sementara itu cat rambut pirang pun bisa membuat kulit pecah-pecah, kulit kepala terasa panas dan kepala jadi pusing yang disebabkan oleh pemutih peroxide dan amonia. Amonia bermanfaat untuk penetrasi cat ke dalam rambut. Amonia seharusnya dihindari. Biasanya kandungan amonia tercantum pada label. Jadi sebaiknya pemakai cat rambut memeriksa label dan tidak pasrah begitu saja kepada salon atau penata rambut.

HENNA YANG ALAMI
Agar aman, cat rambut dipilih sealami mungkin. Kendala memakai bahan alami seperti kemiri san minyak cem-ceman yang diramu dari beberapa bahan alami seperti nenek moyang kita adalah tidak praktis dan tidak memberikan efek yang memusakan karena cepat luntur.
Satu-satunya cat rambut yang benar-benar alami adalah henna, itupun hanya berlaku untuk henna warna jingga-merah yang tidak sesuai untuk banyak orang.

Memang, yang namanya produk olahan pasti ada campuran bahan kimianya. Yang perlu diperhatikan jika memakai henna, rambut akan sulit diganti dengan warna lain karena pori-pori rambut menjadi lebih rapat. Berlabel alami belum tentu aman.
Meskipun begitu, memilih cat warna herba masih lebih menguntungkan bagi kesehatan rambut. Paling tidak, cat rambut herba biasanya bebas ammonia dan recorcinol (membantu menyesuaikan tone rambut tapi merusak kulit kepala). Cat rambut alami yang juga sangat rendah kandunga PPD dan paraben – pengawet yang mempunyai efek negatif pada hormon.

S.O.S Rambutmu!!

  1. Kenali jenis kulit anda tergolong sensitif atau tidak. Kulit kepala yang sensitif mudah berketombe, terasa gatal yang bisa merembet ke kulit muka dan bahkan menimbulkan radang kulit.
  2. Kalau tidak yakin apa efek cat rambut yang akan dipakai, mintalah proteksi sebelum rambut dicat dengan pemberian serum pada kulit dan rambut
  3. Lakukan uji sensitivitas terlebih dahulu sebelum memakai cat rambut.
  4. Untuk mencegah kerontokan rambut, imbangi dengan perawatan rambut lewat creambath atau hair spa dengan memberi nutrisi pada rambut sekaligus membuat rambut relaks untuk merangsang regenerasi sel-sel rambut.
  5. Jangan terlalu sering mengecat rambut. Lakukan tiga bulan sekali.
  6. Dan sekali lagi, jangan lupa membaca label untuk mengetahui kandungan bahan dalam cat rambut.

Read More....>>

Hair Colorant and Risk of Cancer

Hair coloring was identical with white hair problem solving. But nowadays, it’s closer to mode and fashion trend. Is it safe if we color our hair frequently? As we know, there is such a long chemical ingredients appear on the label. But, you don’t have to worry, because researches about this had been conducted since many years ago (70’s) to assure and avoid risk of breast cancer, brain tumor, and non-hodgkin’s lymphoma. So, risk from hair color for cancer is a tiny thing.

SIDE EFFECTS
However, we must aware of allergenic effects to sensitive skin. Method of hair coloring is varied. The most common method is bleaching prior to coloring. In bleaching, hair is made to be thin and scratched in order to facilitate coloring agent to be absorbed by hair easily. Bleaching agent contains ammonia which may cause hair fall and baldness. Other chemical agents that we must be aware of them are p-phenylenediamine (PPDA), rhodamin B, and hydroquinon.

S.O.S Your Colored Hair!
By doing these, the risk of allergic effect can be avoided…

  1. Recognize your skin type whether it’s sensitive or normal. Sensitive skin has risk of dandruff, itches and skin inflamation.
  2. If you are not sure to what type hair colorant you use, ask for protection of your hair such as serum to skin and hair before coloring.
  3. Highly recommended to do skin allergic test before using hair colorant.
  4. For hair fall defense, treat your hair by creambath or hair spa which give nutrition and stimulate hair growth.
  5. Do hair coloring min. once in three months. Do not too often.
  6. Read the label to know the ingredients.

Read More....>>